Friday, November 30, 2007

My story about starting this Yayasan

Saya suka melakukan pekerjaan sosial kerjasama dengan NGO Hand by Hand International (Mr. Michael) yang selalu mensport cita-cita saya membuat Yayasan Kasih Peduli Anak. Baca dibawah.

Research Street Child

Dulu saya sering lihat anak-anak dagang buah dipantai, dagang gelang juga mengemis di jalan Kuta dan lampu merah di denpasar - Bali berapakali saya tanya mereka tidak bisa membaca dan menulis sepantasnya anak seumur mereka, jam segitu ada disekolah, tapi banyak faktor dan alasan mereka harus mencari uang dengan cara mengemis dan dagang buah untuk orangtuanya atau bos yang mereka punya, itu yang saya mau teliti sampai sekarang saya belum dapatkan imformasinya. Saya merasa sedih dan kasihan bagaimana kedepan bangsa kita (Indonesia) kalau dari sekian banyak anak-anak tidak mendapatkan pendidikan dan kasih sayang. Dulu saya utarakan keperdulian, dan saya bilang sama Michael “ seandainya saya kaya banyak uang saya akan tampung anak-anak jalanan dan saya kasi pendidikan dan ketrampilan juga Kasih Sayang” dan Michael menjawab “ kenapa tunggu sampai kaya, kalau kita mau berbuat baik pasti ada jalan, lakukan saja!” “ Bagaimana caranya?” Dan sekarang saya merasa kuat dengan keinginan saya, saya harus bisa menolong mereka sebisa mungkin, kedatangan dari survey di Flores lebih menguatkan saya dengan membuat yayasan Kasih Peduli Anak.

Desa Tertinggal Di Fores

Saya dan Michael (hbhi) mengadakan survey tentang menolong desa tertinggal di Flores. Kita mengendarai sepeda motor Tiger secara bergantian, dari Bali menuju Lombok - Sumbawa sampai Manggarai - Flores, melalui darat dan laut. Dengan peralatan yang cukup banyak, berat dan lumayan lengkap, kami menempuh perjalanan yang cukup jauh kata orang sungguh NEKAT karena berbahaya tapi pertualangan menyenangkan dan menantang. Banyak tantangan susah dan senang yang kami alami.

Survay I Desa Bere Flores

Dari lombok – Sumbawa akhirnya nyampailah kita di Flores dengan menempuh perjalanan 1 minggu dan nyampai di Pelabuhanbajo dan menuju RUTENG.

Seperti tujuan kita survey desa tertinggal, atas petunjuk Bapak DPR Sypriaurs dan istrinya Ibu Maria, kita ketemu di Hotel Lbuanbajo sebelumnya, sesampai kita di Ruteng disambut baik oleh istri dari Bapak BAPEDA Ruteng namanya Ibu Eny beserta Anaknya Icha juga seorang social woker namanya Wympi.

Selanjutnya kita menuju lokasi Desa Bere. Disana kita disambut oleh Kepala Desa dan Meeting masyarakat Desa yang terdiri dari beberapa kampung.

Satu persatu mereka mengutarakan keluhannya seperti seorang Ibu Mengatakan :
”…hidup kami cungkil batu demi batu......kami tidak kenal yang namanya sawah. Anak kami hidup dari singkong dan ubi jalar...., kami butuh rumah sakit...bagaimana bisa sekolahkan anak kalau kemisninan merenggut..Tidak ada uang saat sakit...” dan salah seorang Ibu muda mengatakan : (Susah timba air, kamipergi timba air, jauh 7-8 km, menggunakan 7 cerigen, setelah perjalanan jauh, begitu kami sampai di rumah, anak-anak masih tunggu dalam keadaan lapar, kapan masaknya...kapan kerja kebun....).

Sungguh terharu saya mendengarnya sampai saya tidak kuat menangan tangis saat seorang ibu hamil menceritakan keadaannya, Puskesmas pembantu cukup jauh 8 km dari rumahnya, tidak ada kendaraan, berjalan sangat jauh bagi seorang ibu yang sedang hamil, dan sampai di Pustu bidan atau perawat tidak ada, pernah mencoba sekali lagi, jauh-jauh dari rumah bejalan kaki, sampai di pustu, ada satu bidan, tapi katanya tidak ada peralatan dan obat, dan harus bayar, sedangkan tidak punya uang, dianjurkan harus ke kota beli obat, akhirnya tanpa periksa dan tangan hampa, kecapean pulang.

Dengan pengalaman itu ibu–ibu hamil disana trauma untuk pergi ke Pustu lagi, dan tidak pernah dapat vaksinasi juga anaknya, dan rata-rata melahirkan di Dukun. Banyak sekali anak yang mengalami Gizi buruk, menurut keterangan Kepala Desa 25 orang anak yang mengalami Gizi buruk dan 66 orang anak yang kurang Gizi. Kebanyakan anak-anak disana sekolah hanya tamat SD, ada beberapa saja yang bisa sampai SMU.

Keadaan Desa Bere sangat miskin dan memprihatinkan, sekolah SD jauh 7-10km dari kampung, anak-anak sekolah tidak punya baju yang cukup pakaian seragam 1 pasang dipakai 1 minggu, ada beberapa yang pakai sepatu, sandal, bahkan dengan kaki telanjang alias kaki tanpa alas, bukkku buku juga tidsk lengkap dari ruah hanya bawa buku tulis pensil ada beberapa tanpa tas.

Pustu jauh dan kadang-kadang ada Bidan atau Perawat juga pasilitas obat dan peralatan tidak lengkap, masalah tanah bercapur dengan bebatuan tidak bisa ditanami padi, hanya ubi dan jagung dan salah satu yang mengkawatirkan bagian tanah ada yang longsor, dibawahnya ada 2 kampung yang terancam, jarang ada yang Toilet(kamar mandi), susah air, mereka mandi kesungai 7-8 km membawa 4-7 jerigen dan air hanya cukup untuk memasak, diminum dan untuk mandi anaknya, kata seorang ibu punya 3 anak, anaknya mandi 3-4 kali dalam seminggu, makanya anak-anak disana banyak yang kena scabies.

Survey II Desa Paranlando Reo Flores

Desa Paralando – Reo disana lebih baik daripada di Desa Bere, tapi Hanya jalan menuju Desa melalui laut pakai perahu, dan dari kampung ke kampung jalannya dipinggir pantai, disaat air laut tidak pasang mereka bisa menggunakan pantai sebagai sarana jalan, tapi kalau air pasang, hujan, angin, mereka susah menuju kampung sebelah dan susah melaut mencari ikan, kadang-kadang kelaparan, karena mata pencaharian masyarakat disana melaut, itu namakan masa paceklik.


Masalah kesehatan sudah ada pustu, dan ada satu Bidan dan juga pelayanan Posyandu. Tentang air, disana ada sebuah sumur kecil untuk semua warga tapi airnya warna kuning dan kata warga disana rasanya sedikit asin.

Ada yang membuat saya sedih disana salah satu warga menurut Michael dia kena TBC tapi diasingkan oleh warga supaya tidak menular, dia sendirian tinggal disebuah gubug kecil terbuka hanya beralaskan tikar, tidak punya sanak keluarga, kadang ada yang berbaik hati kasi dia makan, dia sakit parah sudah tidak kuat jalan. Dalam perjalanan menuju rumah kepala Desa saya bertemu sama Ibu-Ibu dari pemerintahan dan saya menyapa lalu bilang ada salah satu warga kampung mungkin kena TBC saya berusaha menjelaskan keadannya yang saya lihat, salah satu Ibu Bidan menyelutuk “Biar saja sudah, kalau tidak mau datang ke Pustu mati-matilah sudah” dengan (logat manggarai). Saya kaget sekali seorang Bidan berkata begitu seperti tidak punya rasa kasihan pada sesama.

Karena kita tidak cukup punya waktu berbasa-basi karena perahu yang kita tumpangi sudah menunggu, dan harus pulang dan saya hanya bilang “ Ibu-ibu saya orang bali yang tujuan survey menolong Desa tertinggal kesini saya memohon sudilahkiranya salah satu dari ibu yang berjiwa social menolong dan melaporkan ke pustu agar bapak yang kena TBC cepat ditangani trimakasih.” Salah satu ibu bilang terimakasih atas imformasinya.

Kebetulan waktu kita kesana ada meeting pemerintah jadi kita gabung dengan Bapak- bapak dari pemerintahan yaitu Wakil Camat, Dept Pendidikan, Dr Gigi, Dept KB, juga Kepala Desa Paralando.

Disana tidak ada hotel, kita tidur disalah satu keluarga yang ramah dan baik, mereka tidak punya kamar mandi dan tidak ada listrik, hanya pakai disel itupun hidup sampai jam 10 malam, badan rasanya sudah cape, kotor, dan keringatan, mau mandi tapi tidak ada kamar mandi, terpaksa nunggu jam10 disel mati, dan kita mandi dihalaman rumah gelap dan cepat-cepat betapa malu kalau ada orang lihat. Itulah pengalaman Saya dan Michael survey ke Flores.

Yang paling menyenangkan yang saya rasakan di Lombok, saya mengunjungi Yayasan Peduli anak, Kita disambut ramah dengan derekturnya, yang sebelumnya kita ketemu sama-sama nyebrang di pelabuhan Padangbai, dan juga Ketemu Yantin seorang wanita dari Belanda, konsultan Yayasan Peduli Anak, dia sungguh hebat sekali, bagi saya dia seperti ANGEL dia yang kasi petunjuk jalan dan siapa-siapa saja yang harus kita temui menuju Flores.

Ternyata benar di Flores atas petunjuk Yantin kita berkunjung ke RS Rafael di Cancar sebuah yayasan tentang anak-anak cacat sungguh mengesankan dan pengalaman berharga bagiku, bertemu dengan suster-suster yang seperti ANGLE dan mendengarkan cerita dan pengalaman mereka mengayomi,mensport,dan memberi cinta kepada anak-anak cacad.

Pragam Yayasan Kasih Peduli Anak Yang Diakukan Diantaranya

1 Menolong anak-anak pengemis/ jalanan dan terlantar, dibali untuk mendapatkan pengetahuan. Sekarang program saya mengajar mereka membaca dan menulis dimana mereka tinggal, kerjasama dengan guru-guru PNK Sai Study Group Denpasar yang mau menjadi sukarelawan.


Tujuan kedepan kalau ada dana dari donator saya akan membuat bangunan seperti asram, panti
asuhan dengan mengayomi, menampung, memberi pendidikan, ketrampilan, dan kasih sayang juga pasilitas yang lengkap seperti tempat olahraga, klinik didalam, kolam renang dan mereka merasa betah juga aman, supaya mereka menjadi anak-anak bangsa yang cerdas berkepribadian tinggi dan berbudi pekerti yang luhur.

2 Sukarelawan memberi penjelasan ke wanita-wanita malam dan cewek-cewek kafe tentang berbahayanya HIV dan menganjurkan mereka tes HIV di Yayasan Kerti Praja.

3 Membantu anak/orang miskin yang Bibir sumbing, katarak, kulit terbakar mendapatkan operasi gratis di Yayasan Kemanusiaan Indonesia.

4 Kalau ada waktu dan saya tidak sibuk, kadang-kadang hari minggu saya membantu para medical klinik di Sai Study Group Denpasar memberi pelayanan kesehatan secara gratis pada masyarakat.